Jumat, 15 Mei 2015

Pentingnya PENGULANGAN dalam Pembelajaran


“Ulangi lagi dan tandai hal yang menurutmu menarik dan penting”, terdengar suara seorang ayah yang sedang mendampingi putranya belajar. Si anak dengan sedikit berat hati kemudian mengulang membaca dan memberikan tanda pada hal yang menarik dan penting pada bacaaan yang ia baca beberapa saat lalu.  Setelah selesai membaca, sang ayah dengan lembut namun berwibawa berkata, “Nak coba ulangi  membaca, kemudian catat hal yang menarik atau yang aneh dan berikan kesimpulan mengunakan kata-katamu sendiri. Dengan wajah yang sudah lebih ikhlas si anak melakukan perintah dari sang ayah. Keesokan harinya ketika  si anak pulang sekolah dan sampai ke rumah, tampak diwajahnya raut yang riang gembira. Si ibu yang melihat anaknya tersebut kemudian bertanya, “ada apa nak kok kamu kelihatan gembira sekali?”. Si anak menjawab, “hari ini aku senang sekali bu, karena hari ini aku bisa mengerjakan semua ulangan yang diberikan oleh bu guru. Sang ibu pun menjawab, “selamat ya, semoga di hari-hari selanjutnya kamu bisa melaukan hal yang sama dengan apa telah kamu lakukan hari ini”. Si anak menjawab, “terima kasih bu”. Si ibu tersenyum dan berkata, “nak kadang untuk memperoleh hal terbaik, membutuhkan kerja keras dan kadang itu membuat kita enggan atau bosan untuk melakukannya”.  “Tapi semua kerja kerasmu terbayar kan? lanjut ibu. “Ya bu, sangat terbayar,” jawab si anak penuh keyakinan.
                Dalam cerita di atas kita melihat suatu pola mengajar dari sang ayah, pengajaran yang mendorong anaknya untuk benar-benar memahami apa yang ia pelajari. Apakah si anak sangat menyukainya? Tidak sepenuhnya. Karena si anak berpikir bahwa ia sudah cukup memahami pelajaran yang sedang ia pelajari, saat pertama kali membaca. Hal ini juga mungkin terjadi pada banyak pelajar atau mahasiswa di berbagai tempat dibelahan dunia. Mereka sudah merasa memahami apa yang ia pelajari dengan sekali baca atau lihat. Bagi orang-orang jenius mungkin saja, namun bagi kebanyakan orang hal itu masih sulit terjadi.  Mereka membutuhkan pengulangan untuk dapat benar-benar memahami apa yang sedang ia baca atau pelajari.
Dalam Ulangan 6:4-9, Allah melalui musa memberikan perintah kepada para orang tua Israel untuk mendidik putra-putri mereka. Tujuannya adalah supaya anak-anak dapat mengenal Allah dan mengasihi Allah mereka dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan yang mereka miliki. Ini bukan tugas mudah, ini tugas yang berat yang membutuhkan komitmen yang teguh dari para orang tua bangsa Israel. Untuk mencapai hal itu, penekanan yang diberikan adalah dengan “pengulangan”. Ayat 6-7, “Apa yang kuperintahkan pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu …” (TB-LAI). Dalam bahasa inggris kata yang dipakai untuk kata mengulang adalah repetition. Dalam Kamus Merriam-webster, arti kata repetition adalah “the act of saying or doing something again : the act of repeating something: something that is done or said again” (http://www.merriam-webster.com/dictionary/repetition). Sedangkan dalam dictionary.reference.com kata repetition berarti “the act of repeating, or doing, saying, or writing something again; repeated action, performance, production, or presentation; something made by or resulting from repeating. (http://dictionary.reference.com/browse/repetition). Dari arti kata repetition kita mendapatkan pemahaman bahwa mengulang adalah mengulangi lagi apa yang sudah dilakukan sebelumnya untuk menghasilkan sesuatu. Mengulang dapat dilakukan dengan cara yang sama atau dengan cara yang berbeda namun substansinya sama.
Dalam Alkitab versi bahasa Inggris New International Version (NIV), Ulangan 6: 7 berbunyi, “Impress them on your children…”. Mengapa tidak mengunakan repetition? Seperti “repetition them on your children…?” Alasan yang masuk akal adalah arti dari repetition yang banyak dipahami sebagai kegiatan yang hanya mengulang dengan cara yang sama apa yang telah dilakukan sebelumnya. Kata impress berarti membuat tanda pada sesuatu dengan tekanan atau membuat berkesan atau menetap. Jika kita hubungkan dengan konteks pada pengajaran kepada anak-anak maka tugas orang tua adalah membuat ajaran yang ia ajarkan itu menetap, berkesan, dalam diri si anak. Repetition dapat menjadi sarana untuk impressing ajaran Firman Tuhan jika pengulangan tidak sekedar mengulang. Seperti dalam cerita sebelumnya yang menceritakan dua kegiatan mengulang yang berbeda. Pertama, si anak hanya diminta untuk mencari, menemukan dan menandai apa saja yang menarik dan penting dalam pelajarannnya. Kedua, si anak diminta untuk mencatat hal-hal yang penting dan menarik dengan kata-kata sendiri yang telah ia temukan sebelumnnya dan memberikan kesimpulan atas apa yang ia pelajari.
Jhon Milton Gregory[1] dalam buku Tujuh Hukum Mengajar, mengatakan pentingnya “pengulangan” dalam proses pembelajaran. Ia mengatakan bahwa dalam pengulangan, para murid sebaiknya tidak mengulangi kata-demi-kata, lebih jauh seharusnya seorang murid dapat mengungkapkan pikirannya secara tepat dengan kata-katanya sendiri, tanpa mengurangi artinya.[2] Jadi disini pengulangan bukan dalam arti sempit yang hanya mengulang kata-demi-kata, namun mengulang dengan cara baru tanpa mengurangi arti sebenarnya. Lebih jauh lagi Gregory berpendapat bahwa adalah lebih baik jika “pengulangan” tidak sekedar “pengulangan”, tetapi pada tinjauan kembali. Mengulagi kembali gagasan dipikiran berarti memikirnya kembali. Mau tidak mau hal itu merupakan tinjaun kembali. Lebih lanjut, Gregory mengatakan bahwa kegiatan ini melibatkan konsepsi-konsepsi baru serta hubungan-hubungan yang baru dan meningkatkan kemampuan dan pengaruh seseorang.[3]
Peninjuan kembali pada apa yang telah dipelajari memberikan kesan semakin menetap pada pikiran. Dengan meninjau kembali kita diharuskan untuk memikirkannya kembali apa yang telah dilalui pada waktu yang lalu. “Tinjauan yang paling sempurna dan lengkap berarti mempelajari ulang semua pelajaran itu dengan menelitinya kembali”.[4] Dengan menelitinya kembali maka pembelajar akan berjumpa dengan pemahaman-pemahanan baru dan menyempurnakan pemahaman yang masih belum lengkap. “Mengajarkan berulang-ulang” akan menjadi sesuatu yang berkesan jika  pembelajar tidak sekedar “membeo” dari para pengajar mereka.
Pengulangan harus dilakukan dengan cara yang berbeda, seperti cerita di atas misalnya. Pengulangan kata-demi-kata hanya akan menimbulkan kebosanan dan sedikit dampaknya dalam menguasai apa yang dipelajari. Tujuan mengajar adalah impress dalam diri para anak atau murid, sehingga pengulangan harus dilakukan dengan cara lain, seperti menemukan kembali hal-hal penting dan menarik, mengunakan kata-kata sendiri dalam mengungkapkan suatu konsep tertentu, dan meneliti kembali apa yang telah dipelajari guna mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam. Hal yang penting dalam pengulangan adalah bagimana pada akhirnya para pelajar dapat menemukan penerapan dari apa telah ia pelajari. Ini tentu saja akan membuat suatu pengetahuan atau pemahaman lebih menetap dalam diri anak. Hal ini tentu saja tidak hanya berlaku bagi para murid, ini juga sangat penting untuk dilakukan oleh para pengajar dalam memahami apa yang akan mereka ajarkan. Dengan mengulang para pengajar akan mampu memiliki pemahaman yang baik dan mendalam. Pengajar harus menjadi yang pertama dalam menerapkan prinsip mengulang dalam belajar, sebelum hal itu diterapkan kepada para peserta didik. Mereka harus menjadi ahli, teladan dalam mengulang. Karena sebenarnya baik pengajar ataupun murid sama-sama pembelajar. Keduanya adalah pembelajar seumur hidup, yang hanya akan berhenti belajar ketika nafas hidup mereka telah habis.


[1] John Milton Gregory adalah salah satu tokoh pendidikan yang penting di Amerika Serikat. Ia adalah salah seorang yang sangat berjasa dalam perkembangan Univesitas Illionis, USA. Buku karya beliau yang cukup terkenal keseluruh dunia adalah “Tujuh Hukum Mengajar”. Beberapa waktu kedepan saya akan mereview buku karya beliau. Buku buku beliau adalah buku yang sangat menarik dan penting untuk miliki para guru.
[2] John Milton Gregory, Tujuh Hukum Mengajar (Malang: Gandum Mas 2013), 137.
[3] Ibid, 149.
[4] Ibid, 150.

Cara Membuat Evaluasi Buku


Beberapa waktu lalu saya memposting bahasan  tentang bagaimana membuat laporan buku. Saat ini, masih berkaitan dengan tugas kuliah di sekolah tinggi teologi atau fakultas teologi atau PAK, saya akan membahas mengenai membuat evaluasi buku atau book review. Bila kita melakukan perbandingan antara laporan buku dan  evaluasi buku, maka evaluasi memiliki bobot yang lebih berat daripada laporan buku. Dalam laporan buku, pelapor berusaha memberikan infomasi yang sebenarnya namun mengunakan kata-kata sendiri, dengan sedikit komentar tentang buku yang ia laporkan. Menurut Daniel L. Lukito[1], evaluasi buku jauh lebih sulit dan mendalam daripada laporan baca. Evaluasi buku tidak hanya bersifat deskriptif atau informasional, melainkan harus dilakukan secara analistis, kritis dan perseptif. Karena itu setelah melakukan evaluasi terhadap isi, susunan, argumentasi dan relevansinya, pengevaluasi buku baru bisa menyimpulkan apakah buku tersebut layak dibaca atau tidak.
                Berbagai informasi dasar tentang buku masih diberikan dalam evaluasi buku, seperti latar belakang si pengarang, gaya penulisan, dan tujuan dari si penulis. Selain itu pengevaluasi buku masih berkewajiban untuk memberikan laporan tentang isi, susunan, dan tiap bagian atau bab atau pasal dari buku tersebut. Sebagai seorang mahasiswa, penting untuk mengerjakan tiap tugas yang diberikan dengan petunjuk atau kaidah yang benar. Oleh sebab itu, berikut ini disajikan urutan yang perlu untuk diperhatikan dalam penyusunan book review:[2]
1.        Berikan perkenalan yang umum mengenai buku tersebut mulai dari tema utama, latar belakang dan posisi teologi pengarang, susunan subtema. Berikan pula contoh bagaimana pengarang buku menyampaikan argumentasi dalam rangka mendukung opininya. Catatlah poin-poin yang baik yang disampaikan kepada pembaca.
2.       Berikan evaluasi positif melalui analisis teks utama buku tersebut. Pada segi ini paparan kekuatan, kelebihan atau kejelian pengarang dalam gaya penulisannya. Perhatikan bagaimana ia menyusun tulisannya melalui perbandingan, silogisme, argumentasi dan analogi yang menarik dan menyakinkan. Akan lebih baik lagi apabila pengevaluasi memberikan contoh kalimat atau kasus yang baik dari pengarang.
3.       Ketiga berikan evaluasi kritis atau negatif melalui bukti kelemahan atau kekeliruan buku tersebut. Pengevaluasi perlu memperhatikan apa yang menjadi kelemahan dan kekuarangan buku tersebut; apakah itu berupa kontradiksi, kesalahan pengutipan, argumentasi yang non sequitur (tidak masuk akal/tidak logis), atau kalimat yang redudan. Perlu dicatat bahwa semua evaluasi kritis ini harus dilakukan dengan fair, objektif, akurat dan diarahkan pada isu dan inti penulisan, bukan pada pengarangnya sendiri (sekalipun ia seorang yang eksentrik, [layak dibenci], atau obnoxious [berbahaya dan layak disensor]).
Hal yaang sangat penting dari seorang pengevaluasi  ialah ia harus sungguh-sungguh dalam mempelajari buku, karena ketika seorang pengevaluasi tidak benar-benar memahami atau menguasai hasil evaluasi buku akan minim sekali. Selain itu, sebagai orang yang belajar menjadi kritikus, ia harus dilakukan dengan baik, tajam dan fair ketika bacaan tersebut tidak sesuai dengan pemikirannya sekalipun. Jika ingin membuktikan adanya kesalahan atau kekeliruan dalam buku tersebut, pengevaluasi harus mampu memberikan bukti logis atau dari kutipan dari sumber terpercaya. Sekali lagi Daniel L. Lukito[3] memberikan catatan penting mengenai  hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat evaluasi buku.
Catatan:
1.        Ketika memaparkan apa yang menjadi kelebihan atau kekurangan pengarang, jangan lupa senantiasa memberikan contoh dengan mengutip sebagaian materi dari teks tulisan aslinya dan sekaligus mencantumkan nomor halaman atau nomor catatan kaki. Bila pengevaluasi buku tidak memberikan contoh, paling  sedikit ia harus mencantumkan nomor halaman yang dimaksud.
2.       Yang dimaksud dengan evaluasi kritis adalah upaya seorang pembaca untuk memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan pada posisi teologis pengarang, kesalahan logika yang eksplisit maupun implisit, prasuposisi yang keliru, atau implikasi yang premature. Tentu saja pengevaluasi harus juga memperhatikan bagaimana posisi yang konsisten, bagiamana  logika yang benar, dan seterusnya. Artinya, kritik yang disampaikan harus bersifat konstruktif, yaitu menyajikan jalan keluar atau keterangan yang benar. Sekalipun terkadang pemberi evaluasi belum tentu berhasil memberi jalan keluar, namun paling sedikit harus bisa memberikan argumentasi yang lebih menyakinkan untuk menjawab mengapa ia mengatakan posisi sang pengarang kurang tepat.
3.       Setelah ketentuan penilaian di atas, beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan:
a)      Perhatikan apakah buku tersebut  memiliki fokus yang baik. Hal ini akan terlihat pada fakta bahwa pengarang berhasil mempertahankan suatu inti argumentasi di mana ia akan senantiasa kembali lagi kepada inti permasalahan dan tidak melebar ke kiri dan ke kanan terlalu jauh.
b)     Perhatikan apakah pengarang berhasil menghadirkan materi literatur yang luas tetapi sekaligus terarah. Bukan hanya itu saja, pengarang juga berhasil melakukan seleksi bacaan yang paling relevan guna memperkaya topik pembahasannya.
c)      Perhatikan apakah pengarang mampu melakukan interpretasi materi secara berimbang atau konsisten. Interpretasi yang ia lakukan dengan baik bukan hanya materi yang ia setujui saja, melainkan juga pada materi yang tidak ia setujui.
d)     Perhatikan apakah pengarang berhasil  mendemontrasikan kemampuannya untuk mengadaptasi materi literatur yang berat dan merealisasikannya secara sederhana ke dalam tulisan. Artinya, dengan perangkat “clear mind” ia mampu berangkat dari sekedar deskripsi menuju analisis, dari analisis ke sintesis, dan dari konklusi ke implikasi dan aplikasi.
Saya sengaja memberikan sumber tunggal dari karya Daniel L.Lukito karena saya merasa apa yang ditulis oleh beliau lebih dari cukup. Dari beberapa kutipan kita memahami bagaimana seharus evaluasi dilakukan. Di banyak Sekolah tinggi teologi atau fakultas teologi, jenis tugas ini sering diberikan kepada para mahasiswa. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengenal buku dan memberikan penilaian yang seobjektif mungkin. Pada akhirnya, para pengevaluasi dapat mengusulkan atau tidak buku-buku yang ia baca dan evaluasi kepada teman-teman mahasiswa atau orang terdekat untuk membaca buku tersebut. Hal yang sangat saya suka dari tugas ini adalah hasilnya, dimana para pembaca dilatih untuk berpikir kritis dan fair dalam menilai suatu buku. Dan tentu saja kemampuan untuk kritis dan fair dapat pula kemudian diterapkan di berbagai bidang kehidupan. Selamat membaca.


[1] Daniel Lucas Lukito, Menjadi mahasiswa teologi yang berhasil (Malang: Literatur SAAT 2005), 21-23.
[2] Ibid.
[3] Ibid.

Cara Membaca yang Efektif



 “Anak muda zaman sekarang tidak akan terdidik sampai dia menjadi pembaca yang efektif” (Pramila Ahuja) 
          Menghabiskan satu minggu bahkan satu bulan membaca satu buku namun berakhir dengan pemahaman yang minim adalah suatu kerugian besar. Coba kita ingat lagi, berapa banyak aktivitas lain yang bisa Anda lakukan dengan waktu selama itu? Belum lagi, berapa banyak waktu yang seharusnya Anda habiskan dengan orang terdekat dan bersenang-senang? Kita harus membuat proses membaca menjadi efektif. Bagaimana cara untuk membaca sesingkat mungkin dengan pemahaman yang sedalam mungkin. Jika Anda ingin membaca lebih banyak namun bisa tetap meluangkan banyak waktu untuk bersenang-senang, mungkin tips di bawah ini akan sangat membantu Anda.

1. POSISI MEMBACA
           Jika Anda ingin waktu membaca Anda efektif dan memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap bacaan, jangan pernah membaca sambil berbaring! (kecuali jika Anda sekedar ingin membaca novel atau komik untuk hiburan). Ambillah sikap yang tepat agar semua isi bacaan bisa masuk sempurna dan bertahan lama dalam ingatan Anda. Duduklah di kursi dengan buku yang diletakkan di meja. Atur jarak mata Anda dengan buku. Idealnya adalah 25-30 cm.

2. TUJUAN MEMBACA 
           Membaca tanpa tujuan seperti pengembara tanpa arah. Begitu penting membuat tujuan yang jelas dalam membaca karena ia akan membuat hasil membaca Anda maksimal. Tujuan membaca akan mempermudah otak Anda fokus pada hasil yang ingin Anda dapatkan. Ketika kita mencanangkan tujuan membaca buku sejarah agar hafal nama tokohnya,otak kita akan menangkapnya sebagai perintah untuk berhenti dan memperhatikan tiap nama seorang tokoh muncul. Lain lagi ketika kita membaca buku sejarah dengan niat untuk mengetahui kronologi atau urutan kejadiannya. Otak kita akan menangkap tujuan tersebut sebagai sinyal atau perintah untuk merekam kejadian dalam buku tersebut berdasarkan urutan waktunya. Apa yang Anda dapatkan dalam membaca sangat dipengaruhi oleh tujuan yang Anda buat sebelum membaca. Nah, pernahkah Anda menyelesaikan satu buku namun merasa tidak mendapatkan apa-apa bahkan lupa isinya? Bisa jadi ini dikarenakan Anda belum membuat tujuan yang jelas saat membacanya.

3. GAMBARAN BESAR
          Membaca tanpa gambaran seperti seperti penjelajah tanpa peta. Anda akan lebih mudah mempelajari sesuatu jika Anda sudah tau apa gambaran besarnya. Sebelum Anda memulai proses membaca, penting sekali untuk mengetahui gambaran besar dari buku yang sedang Anda baca. Apa jenis bukunya? Apa yang dibahas dalam buku tersebut? Bagaimana susunan/struktur pembahasannya? Gambaran besar dalam suatu bacaan dapat Anda peroleh dengan membaca daftar isi atau synopsis buku tersebut.

4. FOKUS DALAM MEMBACA
           Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, fokus dan konsentrasi memang sangat diperlukan dalam mengerjakan sesuatu. Banyak buku yang mengajarkan cara meningkatkan konsentrasi, misalnya dengan cara meditasi dan sebagainya. Tetapi, berdasarkan pengalaman, ada teknik sederhana yang dapat meningkatkan konsentrasi, terutama dalam belajar atau membaca buku. Rahasia konsentrasi terletak pada kemampuan untuk membangkitkan minat terhadap apa yang Anda baca, pelajari, atau kerjakan. Kalau Anda tertarik pada bacaan, pelajaran, apa sesuatu yang Anda kerjakan, insya Allah Anda akan dapat mengonsentrasikan perhatian Anda pada apa yang Anda baca, pelajari, atau kerjakan. Bacaan atau pelajaran itu akan mudah Anda mengerti. Dari sisi management otak, tips agar konsentrasi dalam membaca adalah:
  1. Perkuat motivasi anda dalam membaca buku, carilah manfaatnya dari membaca agar anda tahu tujuan membaca. Dengan demikian anda akan termotivasi, dan akan mengaktifkan otak kanan dan kiri, sehingag bekerja dengan harmonis.
  2. Mata didisain untuk mengikuti benda yang bergerak, akan tetapi huruf dalam buku adalah diam, ini akan membosankan mata. Untuk mengatasinya, gunakan pulpen atau pensil untuk memandu gerakan mata. Beri irama atau ketukan saat membaca. Saat selesai membaca pada satu kalimat, beri ketukan secara perlahan. Ketukan ini untuk memberi irama sehingga mengaktifkan otak kanan agar seimbang dengan kegiatan kiri.
5. MEMBUAT PIKIRAN KITA FAMILIAR DENGAN ISI BUKU
          Kemampuan seseorang untuk merasa familiar dengan isi buku yang dibacanya adalah skemata. Pengertian skemata ketika dihubungkan dengan teori membaca, menggambarkan proses dimana pembaca mengkombinasikan pengetahuan awalnya dengan informasi baru dalam teks bacaan yang dipahami atau Skemata merupakan bagian dari pengetahuan awal yang menyediakan interpretasi bermakna tentang konten yang baru.
           Skemata seseorang dapat ditingkatkan (dengan artian pembaca dapat lebih familiar dengan isi buku yang sedang dibacanya) dengan memperbanyak database dalam pikiran bawah sadar kita. Dari mana datangnya database? Iya bisa tercipta dari pengalaman sehari-hari Anda, hasil perenungan yang dalam, proses membaca, serta proses berkomunikasi dengan orang lain. Semakin banyak database yang tersedia di pikiran bawah sadar, semakin baik pula tingkat skemata seseorang.
Maka dari itu salah satu tujuan dari metode bacakilat adalah untuk menciptakan skemata sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Dengan bekal skemata/database yang baik, maka potensi seseorang untuk membaca dengan pemahaman tinggi semakin besar.

6. BERDIALOG DENGAN BUKU
          Jadilah pembaca yang aktif. Artinya, dalam proses kita membaca, ajukanlah pertanyaan dari diri sendiri yang sifatnya memancing rasa penasaran. Hal ini secara efektif dapat membuat kita lebih aktif membaca dan tak sabar menemukan jawabannya. Dengan begitu, proses membaca kita juga akan lebih cepat. Ajukan pertanyaan yang akan Anda temukan sendiri jawabannya di setiap baba tau sub bab. Undang rasa penasaran itu hadir.

7. KECEPATAN YANG BERVARIASI
           Pembaca yang fleksibel adalah pembaca yang dapat mengatur kecepatan, menentukan teknik, dan metode membaca sesuai semua factor yang berkaitan dengan bacaan. Pembaca yang baik tahu kapan harus membaca cepat dan kapan harus membaca lambat. Banyak orang yang baca lambat untuk yang harusnya dibaca cepat dan justru banyak yang baca cepat untuk yang harusnya dibaca lambat (Baradja)

8. MENCATAT DENGAN TEPAT
           Proses membaca akan jauh lebih efektif jika diikuti dengan proses mencatat. Dalam hal ini, Anda perlu tahu dulu tujuan membaca. Jika di awal Anda sudah membuat tujuan membaca, catatlah bagian-bagian penting dalam bacaan yang sesuai dengan tujuan membaca Anda. Mencatat dengan tepat adalah memilih bagian-bagian tertentu dalam suatu bacaan yang dirasa penting dan berguna bagi pembaca. Anda tidak perlu mencatat semua inti dari setiap paragraph dalam buku. Ambil saja informasi yang Anda butuhkan. Contohnya, ketika saya membaca buku biografi 3 bersaudara Nina Moran, Anita Moran dan Gita Moran, saya bertujuan ingin mengetahui kiat sukses mereka mendirikan sebuah media cetak (majalah) remaja. Karena saya betul-betul penasaran apa yang membuat kakak adik ini sukses di usia muda dengan modal yang hampis pas-pasan, saya catat detail seluruh strategi mereka mengembangkan media yang dicintai para remaja.
           Saya akan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan strategi marketingnya, strategi perekrutan karyawan, sampai ke strategi pengisian konten dengan modal terbatas. Hasilnya? Saya menghabiskan waktu yang sangat singkat untuk memahami semua yang saya butuhkan dari buku tersebut.
Lagi-lagi, kesuksesan mencatat ini juga berkaitan erat dengan tujuan membaca Anda.
Nah, demikian 8 hal penting yang perlu diterapkan agar proses membaca Anda efektif. Dengan begitu,, Anda akan lebih banyak punya waktu yang berkualitas untuk dihabiskan bersama keluarga atau pasangan Anda. mau kan? 

Sumber: http://bacakilat.com/bagaimana-sih-cara-membaca-efektif/