Jumat, 15 Mei 2015

Cara Membuat Evaluasi Buku


Beberapa waktu lalu saya memposting bahasan  tentang bagaimana membuat laporan buku. Saat ini, masih berkaitan dengan tugas kuliah di sekolah tinggi teologi atau fakultas teologi atau PAK, saya akan membahas mengenai membuat evaluasi buku atau book review. Bila kita melakukan perbandingan antara laporan buku dan  evaluasi buku, maka evaluasi memiliki bobot yang lebih berat daripada laporan buku. Dalam laporan buku, pelapor berusaha memberikan infomasi yang sebenarnya namun mengunakan kata-kata sendiri, dengan sedikit komentar tentang buku yang ia laporkan. Menurut Daniel L. Lukito[1], evaluasi buku jauh lebih sulit dan mendalam daripada laporan baca. Evaluasi buku tidak hanya bersifat deskriptif atau informasional, melainkan harus dilakukan secara analistis, kritis dan perseptif. Karena itu setelah melakukan evaluasi terhadap isi, susunan, argumentasi dan relevansinya, pengevaluasi buku baru bisa menyimpulkan apakah buku tersebut layak dibaca atau tidak.
                Berbagai informasi dasar tentang buku masih diberikan dalam evaluasi buku, seperti latar belakang si pengarang, gaya penulisan, dan tujuan dari si penulis. Selain itu pengevaluasi buku masih berkewajiban untuk memberikan laporan tentang isi, susunan, dan tiap bagian atau bab atau pasal dari buku tersebut. Sebagai seorang mahasiswa, penting untuk mengerjakan tiap tugas yang diberikan dengan petunjuk atau kaidah yang benar. Oleh sebab itu, berikut ini disajikan urutan yang perlu untuk diperhatikan dalam penyusunan book review:[2]
1.        Berikan perkenalan yang umum mengenai buku tersebut mulai dari tema utama, latar belakang dan posisi teologi pengarang, susunan subtema. Berikan pula contoh bagaimana pengarang buku menyampaikan argumentasi dalam rangka mendukung opininya. Catatlah poin-poin yang baik yang disampaikan kepada pembaca.
2.       Berikan evaluasi positif melalui analisis teks utama buku tersebut. Pada segi ini paparan kekuatan, kelebihan atau kejelian pengarang dalam gaya penulisannya. Perhatikan bagaimana ia menyusun tulisannya melalui perbandingan, silogisme, argumentasi dan analogi yang menarik dan menyakinkan. Akan lebih baik lagi apabila pengevaluasi memberikan contoh kalimat atau kasus yang baik dari pengarang.
3.       Ketiga berikan evaluasi kritis atau negatif melalui bukti kelemahan atau kekeliruan buku tersebut. Pengevaluasi perlu memperhatikan apa yang menjadi kelemahan dan kekuarangan buku tersebut; apakah itu berupa kontradiksi, kesalahan pengutipan, argumentasi yang non sequitur (tidak masuk akal/tidak logis), atau kalimat yang redudan. Perlu dicatat bahwa semua evaluasi kritis ini harus dilakukan dengan fair, objektif, akurat dan diarahkan pada isu dan inti penulisan, bukan pada pengarangnya sendiri (sekalipun ia seorang yang eksentrik, [layak dibenci], atau obnoxious [berbahaya dan layak disensor]).
Hal yaang sangat penting dari seorang pengevaluasi  ialah ia harus sungguh-sungguh dalam mempelajari buku, karena ketika seorang pengevaluasi tidak benar-benar memahami atau menguasai hasil evaluasi buku akan minim sekali. Selain itu, sebagai orang yang belajar menjadi kritikus, ia harus dilakukan dengan baik, tajam dan fair ketika bacaan tersebut tidak sesuai dengan pemikirannya sekalipun. Jika ingin membuktikan adanya kesalahan atau kekeliruan dalam buku tersebut, pengevaluasi harus mampu memberikan bukti logis atau dari kutipan dari sumber terpercaya. Sekali lagi Daniel L. Lukito[3] memberikan catatan penting mengenai  hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat evaluasi buku.
Catatan:
1.        Ketika memaparkan apa yang menjadi kelebihan atau kekurangan pengarang, jangan lupa senantiasa memberikan contoh dengan mengutip sebagaian materi dari teks tulisan aslinya dan sekaligus mencantumkan nomor halaman atau nomor catatan kaki. Bila pengevaluasi buku tidak memberikan contoh, paling  sedikit ia harus mencantumkan nomor halaman yang dimaksud.
2.       Yang dimaksud dengan evaluasi kritis adalah upaya seorang pembaca untuk memperlihatkan adanya ketidakkonsistenan pada posisi teologis pengarang, kesalahan logika yang eksplisit maupun implisit, prasuposisi yang keliru, atau implikasi yang premature. Tentu saja pengevaluasi harus juga memperhatikan bagaimana posisi yang konsisten, bagiamana  logika yang benar, dan seterusnya. Artinya, kritik yang disampaikan harus bersifat konstruktif, yaitu menyajikan jalan keluar atau keterangan yang benar. Sekalipun terkadang pemberi evaluasi belum tentu berhasil memberi jalan keluar, namun paling sedikit harus bisa memberikan argumentasi yang lebih menyakinkan untuk menjawab mengapa ia mengatakan posisi sang pengarang kurang tepat.
3.       Setelah ketentuan penilaian di atas, beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan:
a)      Perhatikan apakah buku tersebut  memiliki fokus yang baik. Hal ini akan terlihat pada fakta bahwa pengarang berhasil mempertahankan suatu inti argumentasi di mana ia akan senantiasa kembali lagi kepada inti permasalahan dan tidak melebar ke kiri dan ke kanan terlalu jauh.
b)     Perhatikan apakah pengarang berhasil menghadirkan materi literatur yang luas tetapi sekaligus terarah. Bukan hanya itu saja, pengarang juga berhasil melakukan seleksi bacaan yang paling relevan guna memperkaya topik pembahasannya.
c)      Perhatikan apakah pengarang mampu melakukan interpretasi materi secara berimbang atau konsisten. Interpretasi yang ia lakukan dengan baik bukan hanya materi yang ia setujui saja, melainkan juga pada materi yang tidak ia setujui.
d)     Perhatikan apakah pengarang berhasil  mendemontrasikan kemampuannya untuk mengadaptasi materi literatur yang berat dan merealisasikannya secara sederhana ke dalam tulisan. Artinya, dengan perangkat “clear mind” ia mampu berangkat dari sekedar deskripsi menuju analisis, dari analisis ke sintesis, dan dari konklusi ke implikasi dan aplikasi.
Saya sengaja memberikan sumber tunggal dari karya Daniel L.Lukito karena saya merasa apa yang ditulis oleh beliau lebih dari cukup. Dari beberapa kutipan kita memahami bagaimana seharus evaluasi dilakukan. Di banyak Sekolah tinggi teologi atau fakultas teologi, jenis tugas ini sering diberikan kepada para mahasiswa. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengenal buku dan memberikan penilaian yang seobjektif mungkin. Pada akhirnya, para pengevaluasi dapat mengusulkan atau tidak buku-buku yang ia baca dan evaluasi kepada teman-teman mahasiswa atau orang terdekat untuk membaca buku tersebut. Hal yang sangat saya suka dari tugas ini adalah hasilnya, dimana para pembaca dilatih untuk berpikir kritis dan fair dalam menilai suatu buku. Dan tentu saja kemampuan untuk kritis dan fair dapat pula kemudian diterapkan di berbagai bidang kehidupan. Selamat membaca.


[1] Daniel Lucas Lukito, Menjadi mahasiswa teologi yang berhasil (Malang: Literatur SAAT 2005), 21-23.
[2] Ibid.
[3] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar