Beberapa waktu lalu saya memposting bahasan tentang bagaimana membuat laporan buku. Saat ini, masih berkaitan
dengan tugas kuliah di sekolah tinggi teologi atau fakultas teologi atau PAK,
saya akan membahas mengenai membuat evaluasi buku atau book review. Bila kita melakukan perbandingan antara laporan buku
dan evaluasi buku, maka evaluasi
memiliki bobot yang lebih berat daripada laporan buku. Dalam laporan buku,
pelapor berusaha memberikan infomasi yang sebenarnya namun mengunakan kata-kata
sendiri, dengan sedikit komentar tentang buku yang ia laporkan. Menurut Daniel
L. Lukito[1],
evaluasi buku jauh lebih sulit dan mendalam daripada laporan baca. Evaluasi
buku tidak hanya bersifat deskriptif atau informasional, melainkan harus
dilakukan secara analistis, kritis dan perseptif. Karena itu setelah melakukan
evaluasi terhadap isi, susunan, argumentasi dan relevansinya, pengevaluasi
buku baru bisa menyimpulkan apakah buku tersebut layak dibaca atau tidak.
Berbagai
informasi dasar tentang buku masih diberikan dalam evaluasi buku, seperti latar
belakang si pengarang, gaya penulisan, dan tujuan dari si penulis. Selain itu
pengevaluasi buku masih berkewajiban untuk memberikan laporan tentang isi,
susunan, dan tiap bagian atau bab atau pasal dari buku tersebut. Sebagai seorang
mahasiswa, penting untuk mengerjakan tiap tugas yang diberikan dengan petunjuk
atau kaidah yang benar. Oleh sebab itu, berikut ini disajikan urutan yang perlu
untuk diperhatikan dalam penyusunan book
review:[2]
1.
Berikan perkenalan yang umum mengenai buku tersebut mulai dari tema
utama, latar belakang dan posisi teologi pengarang, susunan subtema. Berikan
pula contoh bagaimana pengarang buku menyampaikan argumentasi dalam rangka
mendukung opininya. Catatlah poin-poin yang baik yang disampaikan kepada
pembaca.
2.
Berikan evaluasi positif melalui analisis teks utama buku tersebut.
Pada segi ini paparan kekuatan, kelebihan atau kejelian pengarang dalam gaya
penulisannya. Perhatikan bagaimana ia menyusun tulisannya melalui perbandingan,
silogisme, argumentasi dan analogi yang menarik dan menyakinkan. Akan lebih
baik lagi apabila pengevaluasi memberikan contoh kalimat atau kasus yang baik
dari pengarang.
3.
Ketiga berikan evaluasi kritis atau negatif melalui bukti kelemahan
atau kekeliruan buku tersebut. Pengevaluasi perlu memperhatikan apa yang
menjadi kelemahan dan kekuarangan buku tersebut; apakah itu berupa kontradiksi,
kesalahan pengutipan, argumentasi yang non sequitur (tidak masuk akal/tidak
logis), atau kalimat yang redudan. Perlu dicatat bahwa semua evaluasi kritis
ini harus dilakukan dengan fair, objektif, akurat dan diarahkan pada isu dan
inti penulisan, bukan pada pengarangnya sendiri (sekalipun ia seorang yang
eksentrik, [layak dibenci], atau obnoxious [berbahaya dan layak disensor]).
Hal yaang sangat penting dari seorang
pengevaluasi ialah ia harus sungguh-sungguh dalam mempelajari buku, karena ketika seorang
pengevaluasi tidak benar-benar memahami atau menguasai hasil evaluasi buku akan
minim sekali. Selain itu, sebagai orang yang belajar menjadi kritikus, ia harus
dilakukan dengan baik, tajam dan fair ketika bacaan tersebut tidak sesuai
dengan pemikirannya sekalipun. Jika ingin membuktikan adanya kesalahan atau
kekeliruan dalam buku tersebut, pengevaluasi harus mampu memberikan bukti logis
atau dari kutipan dari sumber terpercaya. Sekali lagi Daniel L. Lukito[3]
memberikan catatan penting mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat evaluasi buku.
Catatan:
1.
Ketika memaparkan apa yang menjadi kelebihan atau kekurangan pengarang,
jangan lupa senantiasa memberikan contoh dengan mengutip sebagaian materi dari
teks tulisan aslinya dan sekaligus mencantumkan nomor halaman atau nomor
catatan kaki. Bila pengevaluasi buku tidak memberikan contoh, paling sedikit ia harus mencantumkan nomor halaman
yang dimaksud.
2.
Yang dimaksud dengan evaluasi
kritis adalah upaya seorang pembaca untuk memperlihatkan adanya
ketidakkonsistenan pada posisi teologis pengarang, kesalahan logika yang
eksplisit maupun implisit, prasuposisi yang keliru, atau implikasi yang
premature. Tentu saja pengevaluasi harus juga memperhatikan bagaimana posisi
yang konsisten, bagiamana logika yang
benar, dan seterusnya. Artinya, kritik yang disampaikan harus bersifat
konstruktif, yaitu menyajikan jalan keluar atau keterangan yang benar.
Sekalipun terkadang pemberi evaluasi belum tentu berhasil memberi jalan keluar,
namun paling sedikit harus bisa memberikan argumentasi yang lebih menyakinkan
untuk menjawab mengapa ia mengatakan posisi sang pengarang kurang tepat.
3.
Setelah ketentuan penilaian di atas, beberapa hal dibawah ini perlu
diperhatikan:
a)
Perhatikan apakah buku tersebut
memiliki fokus yang baik. Hal ini akan terlihat pada fakta bahwa
pengarang berhasil mempertahankan suatu inti argumentasi di mana ia akan
senantiasa kembali lagi kepada inti permasalahan dan tidak melebar ke kiri dan
ke kanan terlalu jauh.
b)
Perhatikan apakah pengarang berhasil menghadirkan materi literatur
yang luas tetapi sekaligus terarah. Bukan hanya itu saja, pengarang juga
berhasil melakukan seleksi bacaan yang paling relevan guna memperkaya topik
pembahasannya.
c)
Perhatikan apakah pengarang mampu melakukan interpretasi materi secara
berimbang atau konsisten. Interpretasi yang ia lakukan dengan baik bukan hanya
materi yang ia setujui saja, melainkan juga pada materi yang tidak ia setujui.
d)
Perhatikan apakah pengarang berhasil
mendemontrasikan kemampuannya untuk mengadaptasi materi literatur yang
berat dan merealisasikannya secara sederhana ke dalam tulisan. Artinya, dengan
perangkat “clear mind” ia mampu berangkat dari sekedar deskripsi menuju
analisis, dari analisis ke sintesis, dan dari konklusi ke implikasi dan
aplikasi.
Saya sengaja memberikan
sumber tunggal dari karya Daniel L.Lukito karena saya merasa apa yang ditulis
oleh beliau lebih dari cukup. Dari beberapa kutipan kita memahami bagaimana
seharus evaluasi dilakukan. Di banyak Sekolah tinggi teologi atau fakultas
teologi, jenis tugas ini sering diberikan kepada para mahasiswa. Salah satu tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengenal buku dan
memberikan penilaian yang seobjektif mungkin. Pada akhirnya, para pengevaluasi
dapat mengusulkan atau tidak buku-buku yang ia baca dan evaluasi kepada
teman-teman mahasiswa atau orang terdekat untuk membaca buku tersebut. Hal yang
sangat saya suka dari tugas ini adalah hasilnya, dimana para pembaca dilatih
untuk berpikir kritis dan fair dalam menilai suatu buku. Dan tentu saja
kemampuan untuk kritis dan fair dapat pula kemudian diterapkan di berbagai bidang
kehidupan. Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar