“Ulangi
lagi dan tandai hal yang menurutmu menarik dan penting”, terdengar suara
seorang ayah yang sedang mendampingi putranya belajar. Si anak dengan sedikit berat
hati kemudian mengulang membaca dan memberikan tanda pada hal yang menarik dan
penting pada bacaaan yang ia baca beberapa saat lalu. Setelah selesai membaca, sang ayah dengan
lembut namun berwibawa berkata, “Nak coba ulangi membaca, kemudian catat hal yang menarik atau
yang aneh dan berikan kesimpulan mengunakan kata-katamu sendiri. Dengan wajah yang
sudah lebih ikhlas si anak melakukan
perintah dari sang ayah. Keesokan harinya ketika si anak pulang sekolah dan sampai ke rumah,
tampak diwajahnya raut yang riang gembira. Si ibu yang melihat anaknya tersebut
kemudian bertanya, “ada apa nak kok kamu kelihatan gembira sekali?”. Si anak
menjawab, “hari ini aku senang sekali bu, karena hari ini aku bisa mengerjakan
semua ulangan yang diberikan oleh bu guru. Sang ibu pun menjawab, “selamat ya,
semoga di hari-hari selanjutnya kamu bisa melaukan hal yang sama dengan apa
telah kamu lakukan hari ini”. Si anak menjawab, “terima kasih bu”. Si ibu
tersenyum dan berkata, “nak kadang untuk memperoleh hal terbaik, membutuhkan
kerja keras dan kadang itu membuat kita enggan atau bosan untuk melakukannya”. “Tapi semua kerja kerasmu terbayar kan? lanjut
ibu. “Ya bu, sangat terbayar,” jawab si anak penuh keyakinan.
Dalam cerita di atas kita
melihat suatu pola mengajar dari sang ayah, pengajaran yang mendorong anaknya
untuk benar-benar memahami apa yang ia pelajari. Apakah si anak sangat
menyukainya? Tidak sepenuhnya. Karena si anak berpikir bahwa ia sudah cukup
memahami pelajaran yang sedang ia pelajari, saat pertama kali membaca. Hal ini
juga mungkin terjadi pada banyak pelajar atau mahasiswa di berbagai tempat
dibelahan dunia. Mereka sudah merasa memahami apa yang ia pelajari dengan
sekali baca atau lihat. Bagi orang-orang jenius mungkin saja, namun bagi
kebanyakan orang hal itu masih sulit terjadi. Mereka membutuhkan pengulangan untuk dapat
benar-benar memahami apa yang sedang ia baca atau pelajari.
Dalam Ulangan 6:4-9, Allah melalui musa
memberikan perintah kepada para orang tua Israel untuk mendidik putra-putri
mereka. Tujuannya adalah supaya anak-anak dapat mengenal Allah dan mengasihi
Allah mereka dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan yang mereka
miliki. Ini bukan tugas mudah, ini tugas yang berat yang membutuhkan komitmen
yang teguh dari para orang tua bangsa Israel. Untuk mencapai hal itu, penekanan
yang diberikan adalah dengan “pengulangan”. Ayat 6-7, “Apa yang kuperintahkan
pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu …” (TB-LAI). Dalam
bahasa inggris kata yang dipakai untuk kata mengulang
adalah repetition. Dalam Kamus Merriam-webster, arti kata repetition adalah “the
act of saying or doing something again : the act of repeating something:
something that is done or said again” (http://www.merriam-webster.com/dictionary/repetition).
Sedangkan dalam dictionary.reference.com
kata repetition berarti “the act of repeating,
or doing, saying, or writing something again; repeated action,
performance, production, or presentation; something made by or resulting from
repeating. (http://dictionary.reference.com/browse/repetition).
Dari arti kata repetition kita mendapatkan pemahaman bahwa mengulang adalah
mengulangi lagi apa yang sudah dilakukan sebelumnya untuk menghasilkan sesuatu.
Mengulang dapat dilakukan dengan cara yang sama atau dengan cara yang berbeda
namun substansinya sama.
Dalam Alkitab versi bahasa Inggris New International
Version (NIV), Ulangan 6: 7 berbunyi, “Impress them on your children…”. Mengapa
tidak mengunakan repetition? Seperti “repetition them on your children…?”
Alasan yang masuk akal adalah arti dari repetition yang banyak dipahami sebagai
kegiatan yang hanya mengulang dengan cara yang sama apa yang telah dilakukan
sebelumnya. Kata impress berarti
membuat tanda pada sesuatu dengan tekanan atau membuat berkesan atau menetap.
Jika kita hubungkan dengan konteks pada pengajaran kepada anak-anak maka tugas
orang tua adalah membuat ajaran yang ia ajarkan itu menetap, berkesan, dalam
diri si anak. Repetition dapat menjadi
sarana untuk impressing ajaran Firman
Tuhan jika pengulangan tidak sekedar mengulang. Seperti dalam cerita sebelumnya
yang menceritakan dua kegiatan mengulang yang berbeda. Pertama, si anak hanya diminta untuk mencari, menemukan dan menandai
apa saja yang menarik dan penting dalam pelajarannnya. Kedua, si anak diminta untuk mencatat hal-hal yang penting dan
menarik dengan kata-kata sendiri yang telah ia temukan sebelumnnya dan
memberikan kesimpulan atas apa yang ia pelajari.
Jhon Milton Gregory[1]
dalam buku Tujuh Hukum Mengajar,
mengatakan pentingnya “pengulangan” dalam proses pembelajaran. Ia mengatakan
bahwa dalam pengulangan, para murid
sebaiknya tidak mengulangi kata-demi-kata, lebih jauh seharusnya seorang murid
dapat mengungkapkan pikirannya secara tepat dengan kata-katanya sendiri, tanpa
mengurangi artinya.[2]
Jadi disini pengulangan bukan dalam arti sempit yang hanya mengulang
kata-demi-kata, namun mengulang dengan cara baru tanpa mengurangi arti
sebenarnya. Lebih jauh lagi Gregory berpendapat bahwa adalah lebih baik jika “pengulangan” tidak sekedar “pengulangan”, tetapi
pada tinjauan kembali. Mengulagi kembali gagasan dipikiran berarti memikirnya
kembali. Mau tidak mau hal itu merupakan tinjaun kembali. Lebih lanjut, Gregory
mengatakan bahwa kegiatan ini melibatkan konsepsi-konsepsi baru serta
hubungan-hubungan yang baru dan meningkatkan kemampuan dan pengaruh seseorang.[3]
Peninjuan kembali pada apa yang telah
dipelajari memberikan kesan semakin menetap pada pikiran. Dengan meninjau
kembali kita diharuskan untuk memikirkannya kembali apa yang telah dilalui pada
waktu yang lalu. “Tinjauan yang paling sempurna dan lengkap berarti mempelajari
ulang semua pelajaran itu dengan menelitinya kembali”.[4]
Dengan menelitinya kembali maka pembelajar akan berjumpa dengan
pemahaman-pemahanan baru dan menyempurnakan pemahaman yang masih belum lengkap.
“Mengajarkan berulang-ulang” akan menjadi sesuatu yang berkesan jika pembelajar tidak sekedar “membeo” dari para
pengajar mereka.
Pengulangan harus dilakukan dengan cara
yang berbeda, seperti cerita di atas misalnya. Pengulangan kata-demi-kata hanya
akan menimbulkan kebosanan dan sedikit dampaknya dalam menguasai apa yang
dipelajari. Tujuan mengajar adalah impress
dalam diri para anak atau murid, sehingga pengulangan harus dilakukan dengan
cara lain, seperti menemukan kembali hal-hal penting dan menarik, mengunakan
kata-kata sendiri dalam mengungkapkan suatu konsep tertentu, dan meneliti
kembali apa yang telah dipelajari guna mendapatkan pemahaman yang lebih luas
dan mendalam. Hal yang penting dalam pengulangan adalah bagimana pada akhirnya
para pelajar dapat menemukan penerapan dari apa telah ia pelajari. Ini tentu
saja akan membuat suatu pengetahuan atau pemahaman lebih menetap dalam diri anak. Hal ini tentu saja tidak hanya berlaku
bagi para murid, ini juga sangat penting untuk dilakukan oleh para pengajar
dalam memahami apa yang akan mereka ajarkan. Dengan mengulang para pengajar akan mampu memiliki pemahaman yang baik dan
mendalam. Pengajar harus menjadi yang pertama dalam menerapkan prinsip
mengulang dalam belajar, sebelum hal itu diterapkan kepada para peserta didik. Mereka
harus menjadi ahli, teladan dalam mengulang. Karena sebenarnya baik pengajar
ataupun murid sama-sama pembelajar. Keduanya adalah pembelajar seumur hidup,
yang hanya akan berhenti belajar ketika nafas hidup mereka telah habis.
[1] John Milton Gregory adalah salah
satu tokoh pendidikan yang penting di Amerika Serikat. Ia adalah salah seorang
yang sangat berjasa dalam perkembangan Univesitas Illionis, USA. Buku karya
beliau yang cukup terkenal keseluruh dunia adalah “Tujuh Hukum Mengajar”. Beberapa
waktu kedepan saya akan mereview buku karya beliau. Buku buku beliau adalah
buku yang sangat menarik dan penting untuk miliki para guru.
[2] John Milton Gregory, Tujuh Hukum Mengajar (Malang: Gandum Mas
2013), 137.
[3] Ibid, 149.
[4] Ibid, 150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar